LANDASAN
ATAU KONSEP DASAR TEKNOLOGI PENDIDIKAN
I.
PENDAHULUAN
Di
zaman ilmu pengetahuan sekarang ini, para ahli berusaha meningkatkan mtu dalam
mengajar menjadi suatu ilmu atau science. Dengan metode belajar yang
ilmiah diharapkan proses dan mengajar itu lebih terjamin keberhasilannya,
inilah yang sedang diusahakan oleh teknologi pendidikan. Secara ideal
diharapkan, dapat dikenal dan dikuasai langkah-langkahnya.
Teknologi
pendidikan memberikan pendekatan yang sistematis dan kritis tentang proses
belajar mengajar. Teknologi pendidikan memandangnya sebagai suatu masalah yang
harus dihadapi secara rasional.
II.
RUMUSAN MASALAH
A.
Apakah pengertian teknologi pendidikan?
B.
Apa saja landasan atau konsep dalam teknologi pendidikan?
III.
PEMBAHASAN
A. Pengertian teknologi pendidikan
Istilah “teknologi” berasal dari bahasa Yunani:tecnologis.
Technie berarti seni,keahlian atau sains ;dan logos berarti ilmu. Teknologi,
menurut Gaibraith dapat diartikan sebagai penerapan sistematik dari ilmu
pengetahuan ilmiah atau terorganisasikan dalam hal-hal yang praktis. Teknologi
pendidikan dalam arti sempit bisa merupakan media pendidikan, yaitu hasil
teknologi sebagai alat bantu dalam pendidikan agar berhasil guna, efisien dan
efektif.
Dalam
arti luas menurut Association for Educational communication and Technology
(AECT) adalah proses ysng kompleks dan terpadu yang melibatkan orang, prosedur,
ide, peralatan dan organisasi untuk menganalisis masalah, mencari problem
solving, melaksanakan evaluasi dan mengelola pemecahan masalah yang menyangkut
semua aspek belajar manusia.
Dalam konteks pendidikan yang lebih umum, ataupun hanya PBM,
teknologi pendidikan merupakan pengembangan, penerapan, dan penilaian system,
teknik dan alat bantu untuk memperbaiki dan meningkatkan kualitas belajar
manusia. Dengan demikian aspek-aspeknya meliputi pertimbangan teoritik yang
merupakan hasil penelitian, perangkat dan peralatan teknis atau hardware, dan
perangkat lunaknya atau software. Aspek-aspek tersebut difungsikan untuk
mendesign, melaksanakan penilaian pendidikan, dengan pendekatan yang
sistematik.
Pengertian
teknologi
pendidikan tidak terlepas dari pengertian teknologi secara umum. Pengertian
teknologi yang utama adalah proses yang meningkatkan nilai tambah. Proses
tersebut menggunakan dan atau menghasilkan suatu produk tertentu. Produk yang
digunakan dan atau dihasilkan tidak terpisah dari produk lain yang telah ada,
dan karena itu menjadi bagian integral dari suatu sistem.
Jadi dalam pengertian umum tentang teknologi, alat, atau
sarana baru yang khusus diperlukan tidak menjadi syarat yang mutlak harus ada,
karena alat atau sarana itu telah ada sebelumnya.
Objek formal teknologi pendidikan adalah belajar pada
manusia baik pribadi maupun yang tergabung dalam organisasi. Belajar itu tidak
hanya berlangsung dalam lingkup persekolahan ataupun pelatihan. Belajar itu ada
di mana saja dan oleh siapa saja, dengan cara dan sumber apa saja yang sesuai dengan
kondisi dan keperluan.
Pengertian
lain dari teknologi pendidikan adalah proses yang kompleks dan terpadu
pemecahan masalah yang menyangkut semau aspek belajar manusia. Dalam teknologi
pendidikan, pemecahan masalah itu terjelma dalam bentuk semua sumber belajar
yang didisain dan dipilih atau digunakan untuk keperluan belajar, sumber-sumber
belajar ini diidentifikasi sebagai pesan,orang, bahan, peralatan, teknik, dan
latar lingkungan.
Di samping itu juga, teknologi pendidikan mempunyai
pengertian cara yang sistematik dalam disain, penerapan dan evaluasi proses
belajar atau mengajar secara keseluruhan untuk mencapai tujuan instruksional
yang spesifik, berdasarkan pada penelitian teori,komunikasi dan penggunaan
secara kombinasi dari berbagai sumber manusia dan non manusia untuk memperoleh
efektivitas pengajaran.
B. Landasan atau konsep dalam
teknologi pendidikan
1. Landasan filosofis
Dalam bidang pendidikan atau pembelajaran, teknologi juga
harus memenuhi ketiga syarat tersebut: proses, produk, dan sistem. Kecuali
membuktikan dirinya sebagai suatu bidang kajian atau disiplin keilmuan yang
berdiri sendiri. Perkembangan sebagai disiplin keilmuan tersebut dilandasi oleh
serangkaian dalil atau dasar yang dijadikan patokan pembenaran. Secara falsafi,
dasar keilmuan itu meliputi ontologi, atau rumusan tentang gejala pengamatan
yang dibatasi pada suatu pokok telaah khusus yang tidak tergarap oleh bidang
telaah lain; epistemologi, yaitu usaha yang ditentukan; dan aksiologi atau
nilai-nilai yang menentukan kegunaan dari pokok telaah yang ditentukan, yang
mempersoalkan nilai moral (etika) dan nilai serta keindahan atau estetika.
Konsep model pendidikan teknologis secara filosofis mirip
dengan model pendidikan klasikal, yaitu bertumpu pada asumsi bahwa model
pendidikan itu hendaknya merupakan suatu bentuk atau contoh utama dari
masyarakat yang lebih luas sebagai hasil karya pendidikan. Dengan demikian maka
dalam konteks masyarakat yang lebih luas, titik berat penekanannya ditujukan
kepada dimensi-dimensi, kecenderungan-kecenderungan untuk timbulnya masyarakat
teknologi.
Pendidikan teknologis memandang dunia sebagai suatu materi
yang terikat oleh hokum-hukum sebab akibat. Setiap kemungkinan adanya kekuatan
“ spiritual” yang tidak bisa dibuktikan tidak perlu dipertimbangkan, tidak
perlu dipikirkan atau dianalisis segala kenyataan itu bersifat kuantitatif,
ditentukan oleh lingkungan melalui pengetahuan ilmiah.
Pendidikan
adalah modifikasi dari perilaku yang dicapai melalui aplikasi kondisi yang
diperkuat,melalui peralatan teknologi. Isi pelajaran dan metodologi pengajaran
ditetapkan dengan dukungan teknologi. Secara esensial mesin pengajaran
menggantikan peranan guru, dan siswa berperan sebagai trainee yang mempelajari
semua data serta ketrampilan yang berguna bagi atau kedudukannya dibidang
teknologi dimasa yang akan dating. Bantuan- bantuan teknologis kepada manusia,
memungkinkan manusia memahami tumbuhnya masyarakat teknologis yang sangat
kompleks. Teknologi dipandang sebagai suatu alat atau sarana yang bebas nilai,
bisa dipakai untuk kesejahteraan, atau sebaliknya bisa juga dipergunakan untuk
kebinasaan.
Kurikulum teknologis berorientasi ke masa depan, yang
memandang teknologi sebagai dunia yang dapat diamati serta diukur secara pasti.
Oleh karena itu, dalam pendidikan lebih mengutamakan penampilan perilaku
lahiriah atau eksternal, dengan penerapan praktis hasil penemuan-penemuan
ilmiah yang secara karakteristik menuju kearah komputerisasi progam pengajaran
yang ideal, sesuai dengan prinsip-prinsip cybernetics. Dengan demikian model
pendidikan teknologis akan lebih efisien ketimbang model pendidikan guru siswa
yang klasikal. Kurikulum model teknologis memandang pendidikan sebagian besar
sebagai penyampai informasi ketimbang sebagai pewaris kebudayaan pada masa
lampau.
Dalam
proses belajar-mengajar, model pendidikan teknologis lebih menitikberatkan
kemampuan siswa secara individual di mana materi pelajaran disusun ketingkat
kesiapan sehingga siswa mampu mempertunjukkan perilaku tertentu yang
diharapkan. Dalam model ini guru berdiri dibelakang layar sepanjang mesin
pengajaran bisa berbuat banyak, efisien, dan akurat dalam menangani pelbagai
tugas yang kompleks.
Manfaatnya
yang sangat besar dari model kurikulum teknologis ini adalah, materi pelajaran
dapat disajikan kepada siswa dalam pelbagai bentuk multimedia. Para siswa
menerima pelajaran seperti pada model pendidikan klasikal, tetapi para siswa
lebih yakin dalam menangkap pelajarannya karena penyajian pelajaran lebih
hidup, lebih realistis, serta lebih impresif.
2. Landasan sosiologis
Manusia selalu hidup berkelompok, sesuatu yang juga pada
makhluk hidup lainnya, yaitu hewan. Meskipun demikian, pengelompokan manusia
jauh lebih rumit dari pengelompokan hewan. Kehidupan social manusia tersebut
dipelajari oleh, yang berusaha mencari hakikat masyarakat yang sebenarnya.
Filsafati social sering membedakan antar manusia sebagai individu dan
masyarakat.
Kegiatan pendidikan atau pembelajaran merupakan suatu proses
interaksi muda mengembangkan diri. Kegiatan pendidikan yang sistematis terjadi
di lembaga sekolah yang dengan sengaja dibentuk oleh masyarakat. Perhatian
tentang perhatian sosiologi pada kegiatan pendidikan tersebut maka lahirlah
cabang sosiologi pendidikan.
Sosiologi
pendidikan merupakan analisis ilmiah tentang proses social dan pola-pola
interaksi social didalam system pendidikan. Ruang lingkup yang dipelajari oleh
sosiologi pendidikan meliputi empat bidang:
a)
Hubungan system pendidikan dengan aspek masyarakat lain, yang mempelajari:
Fungsi pendidikan dalam kebudayaan
Hubungan sistem pendidikan dan proses kontrol sosial dan sistem kekuasaan
Fungsi sistem pendidikan dalam memelihara dan mendorong proses sosial dan
perubahan kebudayaan
Hubungan pendidikan dengan kelas sosial dan sistem status
Fungsionalisasi sistem pendidikan formal dalam hubungannya dengan ras,
kebudayaan, atau kelompok-kelompok dalam masyarakat.
b)
Hubungan kemanusiaan di sekolah yang meliputi:
Sifat kebudayaan sekolah, khususnya yang berbeda dengan kebudayaan diluar
sekolah.
Pola interaksi sosial atau stuktur masyarakat sekolah.
c)
Pengaruh sekolah pada perilaku anggotanya yang mempelajari:
Peranan sosial guru
Sifat kepribadian guru
Pengaruh kepribadian guru terhadap tingkah laku siswa
Fungsi sekolah dalam sosialisasi anak
d)
Sekolah dalam komunitas, yang mempelajari pola interaksi antar sekolah dengan
kelompok social lain didalam komunitasnya, yang mempelajari:
Pelukisan tentang komunitas seperti tampak dalam pengaruhnya terhadap
organisasi sekolah:
Analisis tentang proses pendidikan seperti tampak terjadi pada system social
komunitas kaum tidak terpelajar
Hubungan antar sekolah dan komunitas dalam fungsi kependidikannya.
Factor-faktor demografi dan ekologi dalam hubungannya dengan organisasi sosial.
Keempat
bidang yang dipelajari tersebut sangat esensial untuk memahami system
pendidikan dalam kaitannya dengan keseluruhan hidup masyarakat.
Pesatnya penggunaan teknologi di dalam pendidikain pada
tahun 1950-an sesungguhnya merupakan akibat munculnya dua faktor yaitu;
timbulnya kepercayaan terhadap ilmu pengetahuaan sebagai cara untuk
memperbiki mutu kehidupan, dan terjadi ledakan penduduk usia sekolah.
Tantangan tersebut segera memperoleh jawaban dari dunia perekonomian dengan
menciptakan pelbagai perangkat keras sebagai bantuan teknologis yang dirancang
untuk tujuan pengajaran yang lebih efektif serta ekonomis. Dalam proses
tersebut peranan komunikasi sangat penting, sebab akibat teknologi pengajaran
adalah upaya guru mempengaruhi siswa agar dapat mencapai tujuan pendidikan.
Istilah komunikasi berasal dari bahasa latin yaitu
communicare.yang artinya “memberitahukan”, “berpartisipasi”, atau “menjadi
milik bersama”. Bila dirumuskan lebih luas, komunikasi mengandung makna
menyebarkan informasi, berita, pesan, pengetahuan, nilai-nilai dengan maksud
untuk menggugah partisipasi agar hal-hal yang diberitahukan itu menjadi milik
bersama antara penyampai pesan sebagai komunikator ddan penerima pesan sebagai
komunikan.
Dengan
demikian proses belajar-mengajar dilihat dari sudut pandang komunikasi tidak
lain adalah proses penyampaian pesan, gagasan, fakta, makna, konsep, dan data
yang sengaja dirancang sehingga dapat diterima oleh penerima pesan atau
komunikan. Guru sebagai komunikator menyampaikan pelajaran sebagai pesan kepada
siswa-siswa sebagai komunikan. Selama komunikasi itu berjalan, terjadilah
proses psikologis dimana terjadi kegiatan saling mempengaruhi di antara
komunikator dan komunikan, inilah yang lazim disebut interaksi.
Salah
satu unsur dalam proses komunikasi yang sangat menonjol perananya bagi
teknologi pendidikan adalah media. Teori-teori yang dikembangkan dari berbagai
penelitian tentang media komunikasi telah memberi arti tersendiri bagi
teknologi pendidikan.
Wilbur
schramm menjabarkan pengertian umum komunikasi kedalam tiga kategori pokok
dengan beberapa istilah khasnya yaitu:
1)
Encorder , yaitu komunikator, guru yang mempunyai informasi
tertentu dan benar , mampu mengirimkan informasi tersebut secara tepat pada
kecepatan optimal , dan sampai kepada penerima informasi yaitu para siswanya.
2)
Sign/signal, yaitu pesan, berita atau pernyataan tertentu yang
ditunjukkan kepada dan diterima oleh seseorang atau kelompok orang penerima.
Pesan itu dapat dilukioskan dalam bentuk gerak tangan, mimik, kata-kata
lisan, atau tulisan, rumusan, gambar, foto, grafik, peta, diagram, dan
lain-lain.
3)
Decoder , yaitu komunikan yang dalam konteks pendidikan adalah siswa
yang menerima pesan tertentu, mampu memahami isi pesan yang diterimanya.
Ada
beberapa prinsip yang memegang peran penting untuk menjadikan proses komunikasi
lebih efektif sehingga tujuan komunikasi bisa dicapai, yaitu antara lain:
Makna di dalam proses komunikasi, bukan merupakan suatu rati yang
terletak di dalam pesan, melainkan berada di luar pesan itu sebagai suatu yang
bersifat eksternal. Makna berada di dalam diri orang atau subjek, merupakan
respon yang tampak atau tertutup.
Gangguan(noise), didalam komunikasi merupakan salah satu unsure yang
dapat menghambat keefektifan komunikasi. Gangguan di dalam komunikasi tidak
hanya merupakan hal-hal yang biasa mengganggu mutu signal saja, tetapi juga
meliputi berbagai sumber komunikasi sendiri, dapat juga berasal dari pesan yang
disampaikan, atau berasal dari saluran yang dipergunakan, juga bisa berasal
dari penerima pesan komunikasi.
Peranan empati dalam proses komunikasi. Setiap komunikatir mempunyai gambaran
mengenai penerimaan pesan-pesan oleh komunikasi, ia mengantisipasi segala
respon yang mungkin dilakukan oleh komunikan. Dalam kegiatan pengajaran, guru
mempunyai harapan-harapan mengenai respon siswanya terhadap pesan, informasi
atau mata pelajaran yang akan di sajikan.
Konsep diri dalam komunikasi. Setiap orang memiliki persepsi mengenai apa yang
menarik dan tidak bagi dirinya, kemampuan intelektualnya, kemampuannya untuk
mempengaruhi orang lain. Dan sebagainya.
Umpan balik dalam proses kemunikasi. Komunikasi tidak cukup hanya ditandai oleh
adanya ketergantungan secara fisik antara sumber dan penerima pesan, tetapi
harus ditandai oleh adanya ketergantungan interaktif diantara keduanya.
3. Landasan psikologis
Tujuaan
pendidikan, termasuk pengajaran, pada hakikatnya adalah diperolehnya perubahan
tingkah laku individu. Perubahan tersebut merupakan akibat dari perubahan
belajar, bukan sebagai akibat kematangan.
Ciri
tingkah laku yang diperoleh dari hasil belajar adalah:
Terbentuknya tingkah laku baru berupa kemampuan actual dan potensial.
Kemampuan baru yang berlaku dalam waktu yang relative lama.
Kemampuan baru tersebut diperoleh melalui usaha.
Studi
yang mempelajari tingkah laku individu ada pada psikologi. Oleh sebab itu,
teknologi pengajaran sebagai upaya membantu siswa dalam mencapai tujuan-tujuan
pendidikan dan pengajaran didasarkan atas psikologi. Diantara cabang-cabang
psikologi yang paling erat kaitannya dengan teknologi pengajaran adalah psikologi
belajar.
Pada
ahir abad ke- 19 ada dua aliran spikologi belajar yang sangat menonjol,
yakni aliran behavioristik dan aliran kognitif atau teori komprehenshif. Ke dua
aliran tersebut besar sekali pengaruhnya terhadap teori pengajaran. Bahkan bisa
dikatakan hamper semua teori pengajaran yang dilaksanakan saat ini dihasilkan
dari ke dua aliran spikologi belajar di atas.
Ada
tiga teori belajar aliran behavioristik yang penting yang paling terkenal,
yakni:
Teori koneksionosme, mengemukakan bahwa proses belajar pada manusia tidak
berbeda dengan pada dengan hewan.belajar adalah pembentukan asosiasi atau
koneksi antara kesan- kesan panca indra dengan kecerendunga untuk bertindak.
Teori kondisioning klasikal, berpendapat bahwa tingkah laku du bentuk melelui
peraturan dan manipulasi stimulus dalam lingkungan. proses pembentukan tingkah
laku tersebut disebut proses pengondisian. Dalam teori ini tekanan utamanya
terdapat pada pengaturan stimulus, sedangkan dalam teori koneksionisme tekanan
utamanya ada pada pengaturan respons.
Teori kondisioning operan dari skinner sebenarnya merupakan kombinasi dari
kedua teori di atas, terutama sekali dari teori Pavlov dan waton. Perbedaanya,
skinner membedakan dua macam respons, yakni respondent response
(reflekxive) operant response (instrumental response). Respondent
response adalah respons yang secara alami timbul karena rangsangan yang sesuai
dengan stimulus tersebut (eliciting stimulus), sedangkan operant response
adalah respons yang timbul dan perkembangannya diikuti oleh stimulus tertentu
yang dapat memperkuat terjadinya respons(reinforcing stimulus). Konsep ini pada
dasarnya sama dengan hukum penguatan dari thorndike.
Berdasarkan
konsep ini maka dikembangkan sistem pengajaran yang dikenal dengan
istilah modifikasi tingkah laku dengan element utama hadiah dan hukuman.
Prosedur yang ditempuh adalah :
a)
Menentukan jenis tingkah laku yang dikehendaki.
b)
Menganalisis komponen tingkah laku yang mendasari tingkah laku yang dikehendaki.
c)
Mengidentifikasi hadiah (reinforcer) yang sesuai untuk setiap komponen.
d)
Melaksanakan pembentukan tingkah laku sesuai dengan urutan yang telah
ditentukan.
Teori
belajar kognitif atau komprehensif sesungguhnya bertolak belakang dari hasil
penelitian Wofgang Kohler dengan simpasenya. Menurut teori ini manusia pada
hakikatnya adalah organisme yang aktif. Tingkah laku individu merupakan fungsi
dari organisme dan lingkungannya. Kesatuan antara kemampuan organism dan
lingkungan merupakan inti dari teori ini.oleh sebab itu, ciri utama teori ini
adalah;
a)
Mengutamakan kemampuan individu.
b)
Mengutamakan keseluruhan dari pada bagian-bagian.
c)
Pentingnya peranan kognisi manusia.
d)
Mementingkan keseimbangan dalam diri individu.
e)
Pentingnya pemahaman dan pemecahan masalah.
Teknologi
pendidikan mengajak guru untuk bersikap problematis terhadap proses
belajar-mengajar dan memandang tiap metode mangajar sebagai hipotesis yang
harus diuji efektivitasnya. Dengan demikian teknologi pendidikan mendorong
profesi keguruan untuk berkembang menjadi suatu”science”.
Teknologi
pendidikan dan pengajaran tidak bisa melepaskan diri dari kaidah dan
hukum-hukum tantang terjadinya perubahan tingkah laku individu. Teknologi
pengajaran diciptakan dan diusahakan berdasarkan teori-teori belajar. Teori
pengajaran berusaha mencari jawaban atas bagaimana membantu siswa agar siswa
berubah tingkah lakunya, sedangkan teori belajar berusaha mencari jawaban atas
mengapa terjadinya perubahan tingakah laku individu.
4. Landasan Religius
a. Al-Qur’an
Al-Qur’an
adalah kalam Allah yang menjadi sumber segala hokum dan menjadi pedoman pokok
dalam kehidupan, termasuk membahas tentang pembelajaran. Dalam Al-Qur’an banyak
sekali ayat yang berhubungan dengan pembelajaran dan metode pembelajaran. Ayat
pertama (lima ayat yang merupakan wahyu pertama) berbicara tentang keimanan dan
pembelajaran, yaitu
1.
Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang Menciptakan,
2.
Dia Telah menciptakan manusia dari segumpal darah.
3.
Bacalah, dan Tuhanmulah yang Maha pemurah,
4.
Yang mengajar (manusia) dengan perantaran kalam
5.
Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak diketahuinya.
Ayat
ini mengandung perintah membaca, yaitu membaca teks secara verbal dan non
verbal. Juga perintah untuk menulis dengan perantaraan Qalam atau pena. Ini
jelas menunjukkan perintah untuk mengadakan pembelajaran. Karena membaca dan
menulis merupakan wahana pelestari dan pengembang ilmu pengetahuan. Dengan
membaca maka orang bisa mengenal semuanya, termasuk mengenal dirinya sendiri.
Tentu saja membaca disini tidak hanya pada hal-hal yang verbal saja, tetapi
juga yang non verbal, yaitu dunia dan seisinya ini.
Landasan
Al-Qur’an yang kedua adalah Surat An-Nahl ayat 125
“Serulah
(manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan
bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu dialah yang lebih
mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan dialah yang lebih
mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk”.
Ayat
ini berbicara tentang beberapa metode pembelajaran. Disini ada tiga contoh
metode, yaitu hikmah (kebijaksanaan), maui’idhah hasanah (naasihat yang baik),
dan mujadalah (dialog dan debat)
b. Hadits Nabi atau As-Sunnah
ﺣﺪ ﺛﻧﺎ
ﻣﺣﻣﺪ ﺑﻦ ﻳﻮ
ﺴﻒ ﻗﺎﻞ : ﺃﺨﺑﺮﻧﺎ ﺴﻔﻳﺎ
ﻦ ﻋﻦ ﺍﻷﻋﻤﺶ
ﻋﻦ ﺃﺑﻲ ﻭﺍﺋﻞ
ﻋﻦ ﺍﺑﻦ ﻤﺴﻌﻭﺩ
ﻗﺎﻞ ׃
ﻜﺎ ﻦ ﺍﻠﻨﺑﻲ
ﺻﻠﻰ ﺍﷲ ﻋﻠﻴﻪ
ﻭﺳﻠﻢ ﻴﺗﺨﻭ ﻠﻨﺎ
ﺑﺎﻠﻤﻭ ﻋﻆﺔ ﻓﻰ
ﺍﻷ ﻴﺎﻢ ﻛﺮﺍ
ﻫﺔ ﺍﻠﺴﺎ ﻣﺔ
ﻋﻠﻴﻧﺎ ﴿ ﺮﻭﺍﻩﺍﻠﺑﺨﺎﺮﻯ ﴾
Artinya:
“Dari Muhammad bin Yusuf, dari Sufyan, dari A’masy, dari Abi Wa’il, dari
Ibnu Mas’ud yang mengatakan: “Bahwa NAbi SAW selalu mengatur waktu ketika
memberi nasehat-nasehat kepada kita dalam beberapa hari karena khawatir kita
menjadi bosan”. (HR. Bukhari).
Maksudnya,
dalam memberi nasehat-nasehat kepada para sahabatnya, Rasulullah sangat
berhati-hati dan memperhatikan situasi dan keadaan para sahabat. Nasehat itu
diberikan pada waktu-waktu tertentu saja, tidak dilakukan setiap hari agar
tidak membosankan.
Hadits
ini berbicara tentang metode pembelajaran, yaitu bahwa pembelajaran itu harus
menggunakan metode yang tepat disesuaikan dengan situasi dan kondisi, terutama
dengan mempertimbangkan keadaan orang yang akan belajar.
IV.
ANALISIS
Dizaman kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, membuat
pendidikan tidak mungkin lagi dikelola hanya dengan melalui pola tradisional,
disamping cara ini tidak sesuai lagi dengan kebutuhan dan tuntutan masyarakat.
Revolusi ilmu pengetahuan dan teknologi, perubahan masyarakat, pemahaman cara
belajar anak, kemajuan media komunikasi dan lain sebagainya memberi arti
tersendiri bagi kegiatan pendidikan dan tuntutan ini yang membuat kebijaksanaan
untuk memanfaatkan teknologi dalam pengelolaan pendidikan.
Teknologi
pendidikan merupakan konsep yang kompleks, ia dapat dikaji dari berbagai segi
dan kepentingan. Kecuali ini teknologi pendidikan sebagai suatu bidang kajian
ilmiah, senantiasa berkembang sesuai dengan perkembangannya, teknologi
pendidikan selalu dikaitkan dengan adanya peralatan terutama yang berupa (audio
visual). Peralatan input hanya berfungsi sebagai alat Bantu guru dalam
mengajar, focus teknologi pendidikan adalah memecahkan masalah belajar yang
bertujuan terarah dan terkendali.
V.
KESIMPULAN
Pengertian
teknologi
pendidikan tidak terlepas dari pengertian teknologi secara umum. Pengertian
teknologi yang utama adalah proses yang meningkatkan nilai tambah. Proses
tersebut menggunakan dan atau menghasilkan suatu produk tertentu. Produk yang
digunakan dan atau dihasilkan tidak terpisah dari produk lain yang telah ada,
dan karena itu menjadi bagian integral dari suatu sistem.
Dalam
teknologi pendidikan terdapat beberapa landasan atau konsep yang terdiri dari
landasan filosofis, landasan sosiologis, dan landasan psikologis dan landasar
religius.
Peranan
komunikasi sangat penting, sebab hakikat teknologi pendidikan adalah upaya guru
mempengaruhi siswa agar dapat mencapai tujuan pendidikan.
VI.
PENUTUP
Demikianlah
makalah yang dapat saya susun, tentunya masih banyak kekurangan dan kesalahan.
Untuk itu kritik dan saran yang konstruktif sangat saya harapkan guna
memperbaiki makalah selanjutnya. Semoga makalah ini bermanfaat bagi kita semua.
Amin.
DAFTAR PUSTAKA
Ismail, Strategi Pembelajaran
Agama Islam Berbasis PAIKEM, Semarang: Rasail Media Group, 2009
Miarso,
YusufHadi. Menyemai Benih Teknologi Pendidikan,Jakarta:Kencana,2004
Miarso,Yusuf
Hadi,dkk,Definisi Teknologi Pendidikan,Jakarta:Rajawali,1986
Sudjana,Nana,
Teknologi Pengajaran,Bandung:Sinar Baru algensindo,2003
Sudjarwo,
Teknologi Pendidikan,Jakarta:Erlangga,1988
Syukur,
Fatah, Teknologi Pendidikan, Semarang : Rasail Media Group, 2008
Teknologi selain diartikan sebagai
mesin, teknologi bisa mencakup proses, sistem, manajemen, dan mekanisme
pantauan; baik manusia itu sendiri atau bukan, serta jika difahami dalam makna
secara luas yaitu, cara pandang terhadap masalah berikut lingkupnya, tingkat
kesukaran, studi kelayakan, serta cara mengatasi masalah secara teknis dan
ekonomis (Finn: 1960)
Teknologi secara bahasa asal katanya – techne, bahasa Yunani, dengan makna seni, kerajinan tangan, atau keahlian. Teknologi bagi bangsa Yunani kuno diakui sebagai suatu kegiatan khusus, dan sebagai pengetahuan.
Selain itu pula, Teknologi merupakan penerapan pengetahuan yang ilmiah, dan tertata. Teknologi sebagai suatu proses atau cara berpikir bukan hanya produk seperti komputer, satelit, dan sebagainya. Secara sederhana teknologi dapat dikategorikan ke dalam dua komponen yaitu; perangkat lunak atau soft technology dan perangkat keras atau hard technology. Teknologi juga sebagai suatu pengetahuan diterapkan oleh manusia untuk mengatasi masalah dan melaksanakan tugas dengan cara sistematis dan ilmiah (Heinich, Molenda, dan Russell, 1993)
Teknologi terkait dengan sifat rasional dan ilmiah, menunjuk suatu keahlian, baik itu seni, atau kerajinan tangan, dapat diterjemahkan sebagai tehnik atau cara pelaksanaan suatu kegiatan, atau sebagai suatu proses serta teknologi mengacu pada penggunaan mesin-mesin dan perangkat keras.
Lantas bagaimana dengan teknologi yang diasimilasikan kedalam teknologi atau sering kit asebut dengan teknologi pendidikan? Setidaknya ada beberapa pengertian yang dirumuskan oleh AECT, organisasi yang membidangi perkembangan teknologi pendidikan, rumusan tersebut sebagai berikut:
Teknologi pendidikan sebagai bidang garapan yang terlibat dalam penyiapan fasilitas belajar (manusia) melalui penelusuran, pengembangan, organisasi, dan pemanfaatan sistematis seluruh sumber-sumber belajar; dan melalui pengelolaan seluruh proses ini (Rumusan AECT tahun 1972).
Rumusan Tahun 1977 AECT membedakan teknologi pendidikan dengan teknologi pembelajaran.
Teknologi Pendidikan adalah proses yang rumit dan terpadu, melibatkan orang, prosedur, gagasan, peralatan, dan organisasi untuk menganalisis dan mengolah masalah, kemudian menggunakan, mengevaluasi, dan mengelola seluruh upaya pemecahan masalahnya yang termasuk dalam seluruh aspek belajar (manusia).
Teknologi Pembelajaran adalah satu bagian dari teknologi pendidikan – dengan asumsi sebagai akibat dari konsep pembelajaran sebagai bagian pendidikan – bersifat rumit dan terpadu, melibatkan orang, prosedur, gagasan, peralatan, dan organisasi untuk menganalisis dan mengolah masalah, kemudian menerapkan, mengevaluasi dan mengelola pemecahan masalah pada situasi belajar.
Pada awal pertumbuhannya teknologi pendidikan dipandang sebagai teori dan praktek tentang penggunaan sarana komunikasi audiovisual untuk keperluan pembelajaran. Definisi berikutnya memasukkan konsep-konsep baru, seperti konsep sistem, manajemen, sumber belajar, desain, pengembangan, pemanfaatan, evaluasi, dsb.
Adapun beberapa unsure-unsur yang terkandung dalam teknologi pendidikan sebagai berikut:
a) proses belajar — berikut teori belajar dan psikologi belajar
b) penciptaan kondisi belajar yang teruji
c) penyediaan produk belajar dan sistem penyampaiannya
d) penyediaan sumber-sumber belajar lainnya
Teknologi secara bahasa asal katanya – techne, bahasa Yunani, dengan makna seni, kerajinan tangan, atau keahlian. Teknologi bagi bangsa Yunani kuno diakui sebagai suatu kegiatan khusus, dan sebagai pengetahuan.
Selain itu pula, Teknologi merupakan penerapan pengetahuan yang ilmiah, dan tertata. Teknologi sebagai suatu proses atau cara berpikir bukan hanya produk seperti komputer, satelit, dan sebagainya. Secara sederhana teknologi dapat dikategorikan ke dalam dua komponen yaitu; perangkat lunak atau soft technology dan perangkat keras atau hard technology. Teknologi juga sebagai suatu pengetahuan diterapkan oleh manusia untuk mengatasi masalah dan melaksanakan tugas dengan cara sistematis dan ilmiah (Heinich, Molenda, dan Russell, 1993)
Teknologi terkait dengan sifat rasional dan ilmiah, menunjuk suatu keahlian, baik itu seni, atau kerajinan tangan, dapat diterjemahkan sebagai tehnik atau cara pelaksanaan suatu kegiatan, atau sebagai suatu proses serta teknologi mengacu pada penggunaan mesin-mesin dan perangkat keras.
Lantas bagaimana dengan teknologi yang diasimilasikan kedalam teknologi atau sering kit asebut dengan teknologi pendidikan? Setidaknya ada beberapa pengertian yang dirumuskan oleh AECT, organisasi yang membidangi perkembangan teknologi pendidikan, rumusan tersebut sebagai berikut:
Teknologi pendidikan sebagai bidang garapan yang terlibat dalam penyiapan fasilitas belajar (manusia) melalui penelusuran, pengembangan, organisasi, dan pemanfaatan sistematis seluruh sumber-sumber belajar; dan melalui pengelolaan seluruh proses ini (Rumusan AECT tahun 1972).
Rumusan Tahun 1977 AECT membedakan teknologi pendidikan dengan teknologi pembelajaran.
Teknologi Pendidikan adalah proses yang rumit dan terpadu, melibatkan orang, prosedur, gagasan, peralatan, dan organisasi untuk menganalisis dan mengolah masalah, kemudian menggunakan, mengevaluasi, dan mengelola seluruh upaya pemecahan masalahnya yang termasuk dalam seluruh aspek belajar (manusia).
Teknologi Pembelajaran adalah satu bagian dari teknologi pendidikan – dengan asumsi sebagai akibat dari konsep pembelajaran sebagai bagian pendidikan – bersifat rumit dan terpadu, melibatkan orang, prosedur, gagasan, peralatan, dan organisasi untuk menganalisis dan mengolah masalah, kemudian menerapkan, mengevaluasi dan mengelola pemecahan masalah pada situasi belajar.
Pada awal pertumbuhannya teknologi pendidikan dipandang sebagai teori dan praktek tentang penggunaan sarana komunikasi audiovisual untuk keperluan pembelajaran. Definisi berikutnya memasukkan konsep-konsep baru, seperti konsep sistem, manajemen, sumber belajar, desain, pengembangan, pemanfaatan, evaluasi, dsb.
Adapun beberapa unsure-unsur yang terkandung dalam teknologi pendidikan sebagai berikut:
a) proses belajar — berikut teori belajar dan psikologi belajar
b) penciptaan kondisi belajar yang teruji
c) penyediaan produk belajar dan sistem penyampaiannya
d) penyediaan sumber-sumber belajar lainnya
DEFINISI TEKNOLOGI PENDIDIKAN TAHUN
1963-2004
1. Definisi Association for Educational Communications Technology (AECT) 1963
“ Komunikasi audio-visual adalah cabang dari teori dan praktek pendidikan yang terutama berkepentingan dengan mendesain, dan menggunakan pesan guna mengendalikan proses belajar. Tujuan praktisnya adalah pemanfaatan tiap metode dan medium komunikasi secara efektif untuk membantu pengembangan potensi pembelajar secara maksimal.”
1. Definisi Association for Educational Communications Technology (AECT) 1963
“ Komunikasi audio-visual adalah cabang dari teori dan praktek pendidikan yang terutama berkepentingan dengan mendesain, dan menggunakan pesan guna mengendalikan proses belajar. Tujuan praktisnya adalah pemanfaatan tiap metode dan medium komunikasi secara efektif untuk membantu pengembangan potensi pembelajar secara maksimal.”
2. Definisi Commission on
Instruction Technology (CIT) 1970
“Dalam pengertian yang lebih umum, teknologi pembelajaran diartikan sebagai media yang lahir sebagai akibat revolusi komunikasi yang dapat digunakan untuk keperluan pembelajaran di samping guru, buku teks, dan papan tulis. Bagian yang membentuk teknologi pembelajaran adalah televisi, film, OHP, komputer dan bagian perangkat keras maupun lunak lainnya.”
“Dalam pengertian yang lebih umum, teknologi pembelajaran diartikan sebagai media yang lahir sebagai akibat revolusi komunikasi yang dapat digunakan untuk keperluan pembelajaran di samping guru, buku teks, dan papan tulis. Bagian yang membentuk teknologi pembelajaran adalah televisi, film, OHP, komputer dan bagian perangkat keras maupun lunak lainnya.”
1. Definisi Silber 1970
“Teknologi Pembelajaran adalah pengembangan (riset, desain, produksi, evaluasi, dukungan-pasokan, pemanfaatan) komponen sistem pembelajaran (pesan, orangbahan, peralatan, teknik dan latar) serta pengelolaan usaha pengembangan (organisasi dan personal) secara sistematik, dengan tujuan untuk memecahkan masalah belajar”.
“Teknologi Pembelajaran adalah pengembangan (riset, desain, produksi, evaluasi, dukungan-pasokan, pemanfaatan) komponen sistem pembelajaran (pesan, orangbahan, peralatan, teknik dan latar) serta pengelolaan usaha pengembangan (organisasi dan personal) secara sistematik, dengan tujuan untuk memecahkan masalah belajar”.
3. Definisi MacKenzie dan Eraut 1971
“Teknologi Pendidikan merupakan studi sistematik mengenai cara bagaimana tujuan pendidikan dapat dicapai”. Dalam definisi MacKenzie dan Eraut ini tidak menyebutkan perangkat lunak maupun perangkat keras, tetapi lebih berorientasi pada proses.
4. Definisi AECT 1972
Pada tahun 1972, AECT berupaya merevisi defisini yang sudah ada (1963, 1970, 1971), dengan memberikan rumusan sebagai berikut :
“Teknologi Pendidikan adalah suatu bidang yang berkepentingan dengan memfasilitasi belajar pada manusia melalui usaha sistematik dalam : identifikasi, pengembangan, pengorganisasian dan pemanfaatan berbagai macam sumber belajar serta dengan pengelolaan atas keseluruhan proses tersebut”.
Definisi ini didasari semangat untuk menetapkan komunikasi audio-visual sebagai suatu bidang studi. Ketentuan ini mengembangkan gagasan bahwa teknologi pendidikan merupakan suatu profesi.
“Teknologi Pendidikan merupakan studi sistematik mengenai cara bagaimana tujuan pendidikan dapat dicapai”. Dalam definisi MacKenzie dan Eraut ini tidak menyebutkan perangkat lunak maupun perangkat keras, tetapi lebih berorientasi pada proses.
4. Definisi AECT 1972
Pada tahun 1972, AECT berupaya merevisi defisini yang sudah ada (1963, 1970, 1971), dengan memberikan rumusan sebagai berikut :
“Teknologi Pendidikan adalah suatu bidang yang berkepentingan dengan memfasilitasi belajar pada manusia melalui usaha sistematik dalam : identifikasi, pengembangan, pengorganisasian dan pemanfaatan berbagai macam sumber belajar serta dengan pengelolaan atas keseluruhan proses tersebut”.
Definisi ini didasari semangat untuk menetapkan komunikasi audio-visual sebagai suatu bidang studi. Ketentuan ini mengembangkan gagasan bahwa teknologi pendidikan merupakan suatu profesi.
5. Definisi AECT 1977
“Teknologi pendidikan adalah proses kompleks yang terintegrasi meliputi orang, prosedur, gagasan, sarana, dan organisasi untuk menganalisis masalah, merancang, melaksanakan, menilai dan mengelola pemecahan masalah dalam segala aspek belajar pada manusia.
Definisi tahun 1977, AECT berusaha mengidentifikasi sebagai suatu teori, bidang dan profesi. Definisi sebelumnya, kecuali pada tahun 1963, tidak menekankan teknologi pendidikan sebagai suatu teori.
“Teknologi pendidikan adalah proses kompleks yang terintegrasi meliputi orang, prosedur, gagasan, sarana, dan organisasi untuk menganalisis masalah, merancang, melaksanakan, menilai dan mengelola pemecahan masalah dalam segala aspek belajar pada manusia.
Definisi tahun 1977, AECT berusaha mengidentifikasi sebagai suatu teori, bidang dan profesi. Definisi sebelumnya, kecuali pada tahun 1963, tidak menekankan teknologi pendidikan sebagai suatu teori.
6. Definisi AECT 1994
“Teknologi Pembelajaran adalah teori dan praktek dalam desain, pengembangan, pemanfaatan, pengelolaan, serta evaluasi tentang proses dan sumber untuk belajar.”
Definisi ini berupaya semakin memperkokoh teknologi pembelajaran sebagai suatu bidang dan profesi, yang tentunya perlu didukung oleh landasan teori dan praktek yang kokoh. Definisi ini juga berusaha menyempurnakan wilayah atau kawasan bidang kegiatan dari teknologi pembelajaran. Di samping itu, definisi ini berusaha menekankan pentingnya proses dan produk.
“Teknologi Pembelajaran adalah teori dan praktek dalam desain, pengembangan, pemanfaatan, pengelolaan, serta evaluasi tentang proses dan sumber untuk belajar.”
Definisi ini berupaya semakin memperkokoh teknologi pembelajaran sebagai suatu bidang dan profesi, yang tentunya perlu didukung oleh landasan teori dan praktek yang kokoh. Definisi ini juga berusaha menyempurnakan wilayah atau kawasan bidang kegiatan dari teknologi pembelajaran. Di samping itu, definisi ini berusaha menekankan pentingnya proses dan produk.
7. Definisi AECT 2004
“Teknologi pembelajaran adalah studi dan etika praktek untuk memfasilitasi pembelajaran dan meningkatkan kinerja melalui penciptaan, penggunaan, dan pengaturan proses dan sumber daya teknologi.”
Perbedaan antara definisi 1994 dan 2004 adalah :
Definisi 2004
1. Menekankan pada teori dan praktek.
2. Menekankan pada Studi dan etika praktek
3. Pokok kegiatan adalah desain, pengembangan, Penciptaan, pengaturan, penggunaan, pemanfaatan, pengelolaan, dan penilaian
4. Tujuan untuk keperluan belajar
5. Tujuan memfasilitasi pembelajaran
6. Utilisasi proses & sumber belajar
7. Utilisasi proses & sumber daya teknologi
“Teknologi pembelajaran adalah studi dan etika praktek untuk memfasilitasi pembelajaran dan meningkatkan kinerja melalui penciptaan, penggunaan, dan pengaturan proses dan sumber daya teknologi.”
Perbedaan antara definisi 1994 dan 2004 adalah :
Definisi 2004
1. Menekankan pada teori dan praktek.
2. Menekankan pada Studi dan etika praktek
3. Pokok kegiatan adalah desain, pengembangan, Penciptaan, pengaturan, penggunaan, pemanfaatan, pengelolaan, dan penilaian
4. Tujuan untuk keperluan belajar
5. Tujuan memfasilitasi pembelajaran
6. Utilisasi proses & sumber belajar
7. Utilisasi proses & sumber daya teknologi
Untuk poin 1, definisi 2004 sudah
lebih spesifik karena menekankan pada studi & etika praktek. Poin 2,
definisi 2004 memiliki kekurangan karena tidak mencakup untuk penilaian. Poin 3
sudah berkenaan dengan perubahan paradigma, dimana teknologi pembelajaran hanya
memfasilitasi pembelajaran – artinya faktor-faktor lain dianggap sudah ada.
Poin 4, definisi 2004 sudah lebih luas karena yang dikelola bukan hanya semata
proses dan sumber belajar, tetapi lebih jauh sudah mencakup proses dan sumber
daya teknologi.
Secara singkat dapat dikatakan bahwa definisi 2004 sudah mencakup aspek etika dalam profesi , peran sebagai fasilitator, dan pemanfaatan proses dan sumber daya teknologi.
Secara singkat dapat dikatakan bahwa definisi 2004 sudah mencakup aspek etika dalam profesi , peran sebagai fasilitator, dan pemanfaatan proses dan sumber daya teknologi.
II.2 LANDASAN FALSAFAH DAN TEORI
TEKNOLOGI PENDIDIKAN
Falsafah adalah rangkaian pernyataan yang didasarkan pada keyakinan, konsepsi, dan sikap seseorang yang menunjukkan arah atau tujuan yang diambilnya. Rumusan ini sejalan dengan apa yang dikemukakan oleh Ely (1980, h. 81), di mana seseorang memberikan arti atas suatu gejala seobjektif mungkin, yang didasarkan pengalaman empirik atas sejumlah data yang diamati jadi merupakan generalisasi dari berbagai gagasan yang berkaitan dengan rujukan tertentu. Pendekatan ini sengaja diambil untuk memperoleh pembenaran atau pengakuan akan gejala yang diamati dan bukan mengembangkan gejala itu sendiri.
Pengertian teori secara umum diartikan sebagai segala aspek ilmu yang tidak semata-mata bersifat empirik. Sedangkan secara khusus, teori adalah ringkasan pernyataan yang melukiskan dan menata sejumlah pengamatan empirik.
Sejumlah asumsi dijadikan dasar untuk menentukan gejala yang diamati dan teori yang akan dirumuskan. Asumsi-asumsi itu adalah :
1. Ilmu dan pengetahuan berkembang dengan pesat dengan implikasi bagi kebanyakan orang untuk mengikuti perkembangan itu.
2. Pertambahan penduduk akan membawa implikasi bahwa mereka perlu memperoleh pendidikan.
3. Terjadinya perubahan-perubahan mendasar dan bersifat menetap di bidang sosial, politik, ekonomi, industri, dan kebudayaan, yang menghendaki re-edukasi atau pendidikan terus menerus bagi semua orang.
4. Penyebaran teknologi ke dalam kehidupan masyarakat yang semakin luas yang mempengaruhi segala aspek kehidupan, termasuk bidang pendidikan.
5. Makin terbatasnya sumber-sumber tradisional sehingga harus diciptakan sumber baru dan sementara itu sumber yang terbatas tersebut harus dimanfaatkan seoptimal mungkin agar lebih berdaya guna dan berhasil guna.
Falsafah adalah rangkaian pernyataan yang didasarkan pada keyakinan, konsepsi, dan sikap seseorang yang menunjukkan arah atau tujuan yang diambilnya. Rumusan ini sejalan dengan apa yang dikemukakan oleh Ely (1980, h. 81), di mana seseorang memberikan arti atas suatu gejala seobjektif mungkin, yang didasarkan pengalaman empirik atas sejumlah data yang diamati jadi merupakan generalisasi dari berbagai gagasan yang berkaitan dengan rujukan tertentu. Pendekatan ini sengaja diambil untuk memperoleh pembenaran atau pengakuan akan gejala yang diamati dan bukan mengembangkan gejala itu sendiri.
Pengertian teori secara umum diartikan sebagai segala aspek ilmu yang tidak semata-mata bersifat empirik. Sedangkan secara khusus, teori adalah ringkasan pernyataan yang melukiskan dan menata sejumlah pengamatan empirik.
Sejumlah asumsi dijadikan dasar untuk menentukan gejala yang diamati dan teori yang akan dirumuskan. Asumsi-asumsi itu adalah :
1. Ilmu dan pengetahuan berkembang dengan pesat dengan implikasi bagi kebanyakan orang untuk mengikuti perkembangan itu.
2. Pertambahan penduduk akan membawa implikasi bahwa mereka perlu memperoleh pendidikan.
3. Terjadinya perubahan-perubahan mendasar dan bersifat menetap di bidang sosial, politik, ekonomi, industri, dan kebudayaan, yang menghendaki re-edukasi atau pendidikan terus menerus bagi semua orang.
4. Penyebaran teknologi ke dalam kehidupan masyarakat yang semakin luas yang mempengaruhi segala aspek kehidupan, termasuk bidang pendidikan.
5. Makin terbatasnya sumber-sumber tradisional sehingga harus diciptakan sumber baru dan sementara itu sumber yang terbatas tersebut harus dimanfaatkan seoptimal mungkin agar lebih berdaya guna dan berhasil guna.
Pendekatan Filsafati
Setiap pengetahuan, mempunyai tiga komponen yang merupakan tiang penyangga tubuh pengetahuan yang didukungnya (Suriasumantri). Ketiga komponen tersebut yaitu ontologi (apa), epistimologi (bagaimana), dan aksiologi (untuk apa).
Suriasumantri mengemukakan bahwa ontologi merupakan asas dalam menetapkan ruang lingkup wujud yang menjadi objek penelahaan, serta penafsiran tentang hakikat realitas dari objek tersebut. Epistimologi merupakan asas mengenai cara bagaimana materi pengetahuan diperoleh dan disusun menjadi suatu tubuh pengetahuan. Sedangkan aksiologi merupakan asas dalam menggunakan pengetahuan yang telah diperoleh dan disusun dalam tubuh pengetahuan tersebut.
Serangkaian pertanyaan yang timbul adalah: “Apa yang menjadi objek penelaahan dalam teknologi pendidikan? Sampai mana ruang lingkup wujud objek yang ditelaah itu? Bukankah pendidikan sudah seusia hidup itu sendiri? Dan karena itu apakah masih mungkin adanya objek telaah baru?”
Dalam menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut, maka terlebih dulu dikutip pernyataan Sir Eric Ashby tentang terjadinya empat revolusi dalam dunia pendidikan. Revolusi-revolusi ini terjadi karena adanya masalah yang tak teratasi dengan cara yang ada sebelumnya, yaitu masalah “belajar”.
Revolusi pertama, terjadi karena orang tua atau keluarga tidak mampu lagi membelajarkan anak-anaknya sendiri sehingga menyerahkan tanggung jawab itu kepada orang lain yang secara khusus diberi tanggung jawab untuk mendidik.
Revolusi kedua, karena guru ingin memberikan pelajaran kepada lebih banyak anak didik dengan cara yang lebih cepat sehingga kegiatan pendidikan dilembagakan dengan berbagai ketentuan yang dibakukan.
Revolusi ketiga, ditemukannya mesin cetak yang memungkinkan tersebarnya informasi iconic dan numeric dalam bentuk buku dan media cetak lain, sehingga guru dapat membelajarkan lebih banyak lagi dan lebih cepat lagi. Buku hingga saat ini masih dianggap sebagai media utama di samping guru untuk kegiatan pendidikan.
Revolusi keempat, berlangsung dengan perkembangan yang pesat di bidang elektronik. Dalam revolusi ini, mulai disadari bahwa tidaklah mungkin bagi guru untuk memberikan semua ajaran yang diperlukan, karena yang lebih penting adalah mengajar anak didik tentang bagaimana belajar. Belajar tersebut dapat menggunakan berbagai sumber sebagai “akibat” dari perkembangan media elektronik, seperti radio, televisi, tape, dan lain-lain, yang mampu menembus batas geografis, sosial, dan politis secara lebih intens lagi daripada media cetak. Pesan-pesan dapat lebih cepat, lebih bervariasi, serta berpotensi untuk lebih berdaya guna bagi si penerima.
Pada awalnya, guru menghadapi anak didiknya dengan bertatap muka langsung dan bertindak sebagai satu-satunya sumber untuk belajar. Perkembangan berikutnya, ia menggunakan sumber lain berupa buku sehingga membagi perannya kepada media lain dalam menyajikan ajaran. Dalam perkembangan selanjutnya, media komunikasi mampu menyalurkan pesan yang dirancang khusus agar dapat diterima langsung kepada anak didik tanpa dapat dikendalikan oleh guru.
Dari ilustrasi di atas dapat disimpulkan adanya masalah-masalah baru, yaitu :
1. Adanya berbagai macam sumber untuk belajar termasuk orang, pesan, media, alat, cara-cara tertentu dalam mengolah atau menyajikan pesan, serta lingkungan di mana proses pendidikan itu berlangsung.
2. Perlunya sumber-sumber tersebut dikembangkan, baik secara konseptual maupun secara faktual.
3. Perlu dikelolanya kegiatan pengembangan, maupun sumber-sumber belajar agar dapat digunakan seoptimal mungkin untuk keperluan belajar.
Ketiga masalah di atas merupakan ruang lingkup wujud objek penelaahan (ontologi) teknologi pendidikan.
Ciri-ciri pendekatan baru landasan epistimologi teknologi pendidikan adalah :
1. Keseluruhan masalah belajar dan upaya pemecahannya dielaah secara simultan.
2. Unsur-unsur yang berkepentingan diintegrasikan dalam suatu roses kompleks secara sistemik untuk memecahkan masalah.
3. Penggabungan ke dalam proses yang kompleks atas gejala secara menyeluruh.
Sedangkan kegunaan potensial teknologi pendidikan (aksiologi), antara lain meningkatkan produktivitas pendidikan, memberikan kemungkinan pendidikan yang sifatnya lebih individual, memberikan dasar pembelajaran yang lebih ilmiah, lebih memantapkan pembelajaran, memungkinkan belajar lebih akrab, serta memungkinkan penyajian pendidikan lebih luas dan merata.
Setiap pengetahuan, mempunyai tiga komponen yang merupakan tiang penyangga tubuh pengetahuan yang didukungnya (Suriasumantri). Ketiga komponen tersebut yaitu ontologi (apa), epistimologi (bagaimana), dan aksiologi (untuk apa).
Suriasumantri mengemukakan bahwa ontologi merupakan asas dalam menetapkan ruang lingkup wujud yang menjadi objek penelahaan, serta penafsiran tentang hakikat realitas dari objek tersebut. Epistimologi merupakan asas mengenai cara bagaimana materi pengetahuan diperoleh dan disusun menjadi suatu tubuh pengetahuan. Sedangkan aksiologi merupakan asas dalam menggunakan pengetahuan yang telah diperoleh dan disusun dalam tubuh pengetahuan tersebut.
Serangkaian pertanyaan yang timbul adalah: “Apa yang menjadi objek penelaahan dalam teknologi pendidikan? Sampai mana ruang lingkup wujud objek yang ditelaah itu? Bukankah pendidikan sudah seusia hidup itu sendiri? Dan karena itu apakah masih mungkin adanya objek telaah baru?”
Dalam menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut, maka terlebih dulu dikutip pernyataan Sir Eric Ashby tentang terjadinya empat revolusi dalam dunia pendidikan. Revolusi-revolusi ini terjadi karena adanya masalah yang tak teratasi dengan cara yang ada sebelumnya, yaitu masalah “belajar”.
Revolusi pertama, terjadi karena orang tua atau keluarga tidak mampu lagi membelajarkan anak-anaknya sendiri sehingga menyerahkan tanggung jawab itu kepada orang lain yang secara khusus diberi tanggung jawab untuk mendidik.
Revolusi kedua, karena guru ingin memberikan pelajaran kepada lebih banyak anak didik dengan cara yang lebih cepat sehingga kegiatan pendidikan dilembagakan dengan berbagai ketentuan yang dibakukan.
Revolusi ketiga, ditemukannya mesin cetak yang memungkinkan tersebarnya informasi iconic dan numeric dalam bentuk buku dan media cetak lain, sehingga guru dapat membelajarkan lebih banyak lagi dan lebih cepat lagi. Buku hingga saat ini masih dianggap sebagai media utama di samping guru untuk kegiatan pendidikan.
Revolusi keempat, berlangsung dengan perkembangan yang pesat di bidang elektronik. Dalam revolusi ini, mulai disadari bahwa tidaklah mungkin bagi guru untuk memberikan semua ajaran yang diperlukan, karena yang lebih penting adalah mengajar anak didik tentang bagaimana belajar. Belajar tersebut dapat menggunakan berbagai sumber sebagai “akibat” dari perkembangan media elektronik, seperti radio, televisi, tape, dan lain-lain, yang mampu menembus batas geografis, sosial, dan politis secara lebih intens lagi daripada media cetak. Pesan-pesan dapat lebih cepat, lebih bervariasi, serta berpotensi untuk lebih berdaya guna bagi si penerima.
Pada awalnya, guru menghadapi anak didiknya dengan bertatap muka langsung dan bertindak sebagai satu-satunya sumber untuk belajar. Perkembangan berikutnya, ia menggunakan sumber lain berupa buku sehingga membagi perannya kepada media lain dalam menyajikan ajaran. Dalam perkembangan selanjutnya, media komunikasi mampu menyalurkan pesan yang dirancang khusus agar dapat diterima langsung kepada anak didik tanpa dapat dikendalikan oleh guru.
Dari ilustrasi di atas dapat disimpulkan adanya masalah-masalah baru, yaitu :
1. Adanya berbagai macam sumber untuk belajar termasuk orang, pesan, media, alat, cara-cara tertentu dalam mengolah atau menyajikan pesan, serta lingkungan di mana proses pendidikan itu berlangsung.
2. Perlunya sumber-sumber tersebut dikembangkan, baik secara konseptual maupun secara faktual.
3. Perlu dikelolanya kegiatan pengembangan, maupun sumber-sumber belajar agar dapat digunakan seoptimal mungkin untuk keperluan belajar.
Ketiga masalah di atas merupakan ruang lingkup wujud objek penelaahan (ontologi) teknologi pendidikan.
Ciri-ciri pendekatan baru landasan epistimologi teknologi pendidikan adalah :
1. Keseluruhan masalah belajar dan upaya pemecahannya dielaah secara simultan.
2. Unsur-unsur yang berkepentingan diintegrasikan dalam suatu roses kompleks secara sistemik untuk memecahkan masalah.
3. Penggabungan ke dalam proses yang kompleks atas gejala secara menyeluruh.
Sedangkan kegunaan potensial teknologi pendidikan (aksiologi), antara lain meningkatkan produktivitas pendidikan, memberikan kemungkinan pendidikan yang sifatnya lebih individual, memberikan dasar pembelajaran yang lebih ilmiah, lebih memantapkan pembelajaran, memungkinkan belajar lebih akrab, serta memungkinkan penyajian pendidikan lebih luas dan merata.
Landasan Teori dari Ilmu Perilaku
Lumsdaine (1964) berpendapat bahwa ilmu perilaku, khususnya teori belajar, merupakan ilmu yang utama untuk mengembangkan teknologi pembelajaran. Bahkan Deterline (1965) menyatakan bahwa teknologi pembelajaran merupakan aplikasi teknologi perilaku yaitu untuk menghasilkan perilaku tertentu secara sistematik guna keperluan pembelajaran. Tujuan perilaku menurut Mager perlu ditetapkan terlebih dahulu sebelum mengembangkan pembelajaran agar dapat dijadikan bukti bahwa seseorang telah belajar. Apa yang dikemukakan oleh Mager ini dikenal dengan rumusan tujuan ABCD (Audience, Behaviour, Conditions, and Degree). Tujuan perilaku ini merupakan ciri yang harus ada dalam setiap model pengembangan pembelajaran yang merupakan salah satu bentuk konsepsi teknologi pendidikan.
Thorndike pada tahun 1901 dengan teori psikologi perkembangannya merupakan landasan pertama ke arah teknologi pembelajaran yang menyatakan tiga dalil utama :
1. Dalil latihan dan ulangan: makin sering diulang respons yang berasal dari stimulus tertentu, makin besar kemungkinan dicamkan.
2. Dalil akibat: menyatakan prinsip hubungan senang tidak senang. Respons akan diperkuat bilamana diikuti oleh rasa senang, dan akan diperlemah bila diikuti rasa tidak senang.
3. Dalil kesiapan: karena perkembangan sistem syaraf maka unit perilaku tertentu akan lebih mudah dilakukan, dibandingkan dengan unit perilaku lain.
Menurut Saettler, kontribusi Thorndike dalam teknologi pembelajaran adalah dengan rumusannya tentang pinsip-prinsip: (1) aktivitas diri, (2) minat atau motivasi, (3) kesiapan mental, (4) individualisasi, dan (5) sosialisasi. Prinsip yang dikemukakan oleh Thorndike ini memang masih banyak dianut hingga kini, terutama dalam menentukan strategi belajar dan merancang produk pembelajaran.
Menurut Snelbecker, perkembangan beberapa posisi psikologi terhadap pendidikan yang sistematis dan ilmiah berlangsung sekitar tahun 1950-an. Perkembangan ini diberi nama teori pembelajaran atau teknologi pembelajaran. Tokoh-tokoh utama dalam penyusunan teori belajar ini menurut Snelbecker adalah Bruner, Skinner, Glaser, dan Ausubel.
Lumsdaine (1964) berpendapat bahwa ilmu perilaku, khususnya teori belajar, merupakan ilmu yang utama untuk mengembangkan teknologi pembelajaran. Bahkan Deterline (1965) menyatakan bahwa teknologi pembelajaran merupakan aplikasi teknologi perilaku yaitu untuk menghasilkan perilaku tertentu secara sistematik guna keperluan pembelajaran. Tujuan perilaku menurut Mager perlu ditetapkan terlebih dahulu sebelum mengembangkan pembelajaran agar dapat dijadikan bukti bahwa seseorang telah belajar. Apa yang dikemukakan oleh Mager ini dikenal dengan rumusan tujuan ABCD (Audience, Behaviour, Conditions, and Degree). Tujuan perilaku ini merupakan ciri yang harus ada dalam setiap model pengembangan pembelajaran yang merupakan salah satu bentuk konsepsi teknologi pendidikan.
Thorndike pada tahun 1901 dengan teori psikologi perkembangannya merupakan landasan pertama ke arah teknologi pembelajaran yang menyatakan tiga dalil utama :
1. Dalil latihan dan ulangan: makin sering diulang respons yang berasal dari stimulus tertentu, makin besar kemungkinan dicamkan.
2. Dalil akibat: menyatakan prinsip hubungan senang tidak senang. Respons akan diperkuat bilamana diikuti oleh rasa senang, dan akan diperlemah bila diikuti rasa tidak senang.
3. Dalil kesiapan: karena perkembangan sistem syaraf maka unit perilaku tertentu akan lebih mudah dilakukan, dibandingkan dengan unit perilaku lain.
Menurut Saettler, kontribusi Thorndike dalam teknologi pembelajaran adalah dengan rumusannya tentang pinsip-prinsip: (1) aktivitas diri, (2) minat atau motivasi, (3) kesiapan mental, (4) individualisasi, dan (5) sosialisasi. Prinsip yang dikemukakan oleh Thorndike ini memang masih banyak dianut hingga kini, terutama dalam menentukan strategi belajar dan merancang produk pembelajaran.
Menurut Snelbecker, perkembangan beberapa posisi psikologi terhadap pendidikan yang sistematis dan ilmiah berlangsung sekitar tahun 1950-an. Perkembangan ini diberi nama teori pembelajaran atau teknologi pembelajaran. Tokoh-tokoh utama dalam penyusunan teori belajar ini menurut Snelbecker adalah Bruner, Skinner, Glaser, dan Ausubel.
Landasan Teori dari Ilmu Komunikasi
Edgar Dale menyatakan bahwa teori komunikasi merupakan suatu metode yang paling berguna dalam usaha meningkatkan efektifitas bahan audiovisual (1953).
Teori komunikasi Berlo merupakan suatu pendekatan baru karena implikasinya dalam teknologi pendidikan yang menyebabkan dimasukkannya orang dan bahan sebagai sumber yang merupakan bagian integral dari teknologi pendidikan. Isi pesan serta struktur penggarapannya juga merupakan bagian dari teknologi pendidikan. Segala bentuk pesan (lambang, verbal, taktil, dan wujud nyata) merupakan bagian dari keseluruhan proses komunikasi, sehingga juga bagian dari teknologi pendidikan.
Berbagai teori dan model komunikasi telah membawa pengaruh dalam bidang pendidikan, seperti (1) pendidikan seumur hidup, (2) pendidikan gerak cepat dan tepat, (3) pendidikan yang mudah dicerna dan diresapi, (4) pendidikan yang menarik perhatian dengan cara penyajian yang bervariasi, (5) pendidikan yang menyebar, (6) pendidikan yang tepat saat, yaitu pada saat ada kekosongan pikiran. Semua ini merupakan landasan strategis dalam perkembangan teknologi pendidikan.
Salah satu unsur dalam proses komunikasi yang sangat menonjol peranannya bagi teknologi pendidikan adalah media. Sehingga tak jarang hingga saat ini masih banyak orang yang menanggap bahwa identitas teknologi pendidikan adalah media – suatu pendapat yang sebenarnya kurang tepat.
Edgar Dale menyatakan bahwa teori komunikasi merupakan suatu metode yang paling berguna dalam usaha meningkatkan efektifitas bahan audiovisual (1953).
Teori komunikasi Berlo merupakan suatu pendekatan baru karena implikasinya dalam teknologi pendidikan yang menyebabkan dimasukkannya orang dan bahan sebagai sumber yang merupakan bagian integral dari teknologi pendidikan. Isi pesan serta struktur penggarapannya juga merupakan bagian dari teknologi pendidikan. Segala bentuk pesan (lambang, verbal, taktil, dan wujud nyata) merupakan bagian dari keseluruhan proses komunikasi, sehingga juga bagian dari teknologi pendidikan.
Berbagai teori dan model komunikasi telah membawa pengaruh dalam bidang pendidikan, seperti (1) pendidikan seumur hidup, (2) pendidikan gerak cepat dan tepat, (3) pendidikan yang mudah dicerna dan diresapi, (4) pendidikan yang menarik perhatian dengan cara penyajian yang bervariasi, (5) pendidikan yang menyebar, (6) pendidikan yang tepat saat, yaitu pada saat ada kekosongan pikiran. Semua ini merupakan landasan strategis dalam perkembangan teknologi pendidikan.
Salah satu unsur dalam proses komunikasi yang sangat menonjol peranannya bagi teknologi pendidikan adalah media. Sehingga tak jarang hingga saat ini masih banyak orang yang menanggap bahwa identitas teknologi pendidikan adalah media – suatu pendapat yang sebenarnya kurang tepat.
Landasan Teori dari Disiplin Lain
Lumsdaine (1964) menyatakan tentang pengaruh teknologi dan kerekayasaan dalam bidang teknologi pendidikan. Misalnya, dari kimia ditemukan litografi dan fotografi (yang juga dipengaruhi optik); dari rekayasa mekanik ditemukan mesin cetak dan peralatan proyeksi; sedangkan penggabungan dari mekanik, optik, elektrik, dan elektronik maka dihasilkan gambar hidup, alat perekam, radio, televisi, mesin pembelajaran dan komputer. Adalah tugas bidang teknologi pendidikan untuk menjabarkan keserasian perangkat keras teknologi tersebut dengan hasil-hasil penelitian dalam ilmu perilaku dan teori belajar.
Lumsdaine (1964) menyatakan tentang pengaruh teknologi dan kerekayasaan dalam bidang teknologi pendidikan. Misalnya, dari kimia ditemukan litografi dan fotografi (yang juga dipengaruhi optik); dari rekayasa mekanik ditemukan mesin cetak dan peralatan proyeksi; sedangkan penggabungan dari mekanik, optik, elektrik, dan elektronik maka dihasilkan gambar hidup, alat perekam, radio, televisi, mesin pembelajaran dan komputer. Adalah tugas bidang teknologi pendidikan untuk menjabarkan keserasian perangkat keras teknologi tersebut dengan hasil-hasil penelitian dalam ilmu perilaku dan teori belajar.
II.3 PERKEMBANGAN KONSEP TEKNOLOGI
PENDIDIKAN
Pengertian teknologi secara umum adalah proses untuk meningkatkan nilai tambah; produk yang digunakan atau dihasilkan untuk memudahkan dan meningkatkan kinerja; struktur atau sistem di mana proses dan produk itu dikembangkan dan digunakan.
Semua bentuk teknologi adalah sistem yang diciptakan oleh manusia untuk sesuatu tujuan tertentu, yang pada intinya adalah mempermudah manusia dalam memperingan usahanya, meningkatkan hasilnya, dan menghemat tenaga serta sumber daya yang ada. Teknologi pada hakikatnya adalah bebas nilai, namun penggunaannya sarat dengan nilai dan estetika. Dalam bidang pendidikan, juga diperlukan teknologi antara lain untuk menjangkau peserta didik yang berada di tempat jauh dan terasing dan melayani sejumlah besar dari mereka yang belum memperoleh kesempatan pendidikan.
Keseluruhan hal inilah yang merupakan landasan pembenaran atau falsafi teknologi pendidikan sebagai suatu cabang pengetahuan. Secara falsafi, dasar keilmuan itu meliputi: ontologi, epistemologi, dan aksiologi.
Gejala yang merupakan landasan ontologi teknologi pendidikan adalah :
1. Adanya sejumlah besar orang yang belum terpenuhi kesempatan belajarnya, baik yang diperoleh melalui suatu lembaga khusus, maupun diperoleh secara mandiri.
2. Adanya berbagai sumber baik yang telah tersedia maupun yang dapat direkayasa, tetapi belum dapat dimanfaatkan untuk keperluan belajar.
3. Perlu adanya suatu usaha khusus yang terarah dan terencana untuk menggarap sumber-sumber tersebut agar dapat terpenuhi hasrat belajar setiap orang.
4. Perlu adanya pengelolaan atas kegiatan khusus dalam mengembangkan dan memanfaatkan sumber untuk belajar tersebut secara efektif, efisien, dan selaras.
Pengertian teknologi secara umum adalah proses untuk meningkatkan nilai tambah; produk yang digunakan atau dihasilkan untuk memudahkan dan meningkatkan kinerja; struktur atau sistem di mana proses dan produk itu dikembangkan dan digunakan.
Semua bentuk teknologi adalah sistem yang diciptakan oleh manusia untuk sesuatu tujuan tertentu, yang pada intinya adalah mempermudah manusia dalam memperingan usahanya, meningkatkan hasilnya, dan menghemat tenaga serta sumber daya yang ada. Teknologi pada hakikatnya adalah bebas nilai, namun penggunaannya sarat dengan nilai dan estetika. Dalam bidang pendidikan, juga diperlukan teknologi antara lain untuk menjangkau peserta didik yang berada di tempat jauh dan terasing dan melayani sejumlah besar dari mereka yang belum memperoleh kesempatan pendidikan.
Keseluruhan hal inilah yang merupakan landasan pembenaran atau falsafi teknologi pendidikan sebagai suatu cabang pengetahuan. Secara falsafi, dasar keilmuan itu meliputi: ontologi, epistemologi, dan aksiologi.
Gejala yang merupakan landasan ontologi teknologi pendidikan adalah :
1. Adanya sejumlah besar orang yang belum terpenuhi kesempatan belajarnya, baik yang diperoleh melalui suatu lembaga khusus, maupun diperoleh secara mandiri.
2. Adanya berbagai sumber baik yang telah tersedia maupun yang dapat direkayasa, tetapi belum dapat dimanfaatkan untuk keperluan belajar.
3. Perlu adanya suatu usaha khusus yang terarah dan terencana untuk menggarap sumber-sumber tersebut agar dapat terpenuhi hasrat belajar setiap orang.
4. Perlu adanya pengelolaan atas kegiatan khusus dalam mengembangkan dan memanfaatkan sumber untuk belajar tersebut secara efektif, efisien, dan selaras.
Pada hakikatnya teknologi pendidikan
adalah suatu disiplin yang berkepentingan dengan pemecahan masalah belajar yang
berlandaskan pada serangkaian prinsip dan menggunakan berbagai macam
pendekatan. Masalah belajar itu terdapat di mana saja dan pada siapa saja
(orang maupun organisasi, kapan saja, dan mengenai apa saja). Adapun cara untuk
mengatasi masalah-masalah belajar itu ialah melalui pendekatan yang merupakan
landasan epistemologi dari teknologi pendidikan berikut ini :
1. Pendekatan isomorfis, yaitu menggabungkan berbagai kajian atau bidang keilmuan (psikologi, komunikasi, ekonomi, manajemen, rekayasa teknik, dan lain-lain) ke dalam suatu kebulatan tersendiri.
2. Pendekatan sistematik, yaitu dengan cara yang berurutan dan terarah dalam usaha memecahkan persoalan.
3. Pendekatan sinergistik, yaitu yang menjamin adanya nilai tambah dari keseluruhan kegiatan dibandingkan dengan bila kegiatan itu dijalankan sendiri-sendiri.
4. Sistemik, yaitu pengkajian secara menyeluruh atau komprehensif.
Inovatif, yaitu suatu ide, gagasan atau perubahan yang dianggap baru. Orisinil dan ada nilai tambah. Mengandung pembaharuan sehingga belajar dapat mengalami akselerasi & menyenangkan.
Setelah dua prasyarat falsafati telah dipenuhi oleh teknologi pendidikan, masih ada satu pertanyaan terakhir mengenai kegunaan dari pengetahuan yang telah diperoleh dan dihimpun tersebut. Inilah yang disebut sebagai landasan aksiologi. Adapun landasan aksiologi teknologi pendidikan adalah sebagai berikut :
1. Meningkatkan produktivitas pendidikan, dengan jalan :
2. Memperlaju penahapan belajar
3. Membantu guru untuk menggunakan waktunya dengan lebih baik.
4. Mengurangi beban guru dalam menyajikan informasi
5. Memberikan kemungkinan pendidikan yang sifatnya lebih individual, dengan jalan :
a. Mengurangi kontrol guru yang kaku dan tradisional
b. Memberikan kesempatan anak berkembang sesuai dengan kemampuannya
c. Memberikan dasar pembelajaran yang lebih ilmiah, dengan jalan :
6. Perencanaan program pembelajaran yang lebih sistematis
7. Pengembangan bahan pembelajaran yang dilandasi penelitian tentang perilaku
8. Lebih memantapkan pembelajaran, dengan jalan :
-Meningkatkan kapasitas manusia dengan berbagai media komunikasi
-Penyajian informasi dan data secara lebih konkrit
9. Memungkinkan belajar secara lebih akrab karena dapat :
-Mengurangi jurang pemisah antara pelajaran di dalam dan di luar sekolah
-Memberikan pengetahuan tangan pertama
10. Memungkinkan penyajian pendidikan lebih luas dan merata, terutama dengan jalan :
-Pemanfaatan bersama tenaga atau kejadian yang langka secara lebih luas
Penyajian informasi menembus batas geografi
Perkembangan yang sangat penting dari teknologi pendidikan tetapi sering kali diacuhkan ialah bahwa ia berusaha memecahkan masalah belajar pada manusia di mana saja, kapan saja, dengan cara apa saja, dan oleh siapa saja. Apa yang telah berlangsung selama ini, terutama di Indonesia, masih menitikberatkan pada pemecahan masalah dalam bidang persekolahan. Gambar berikut menunjukkan di mana bidang garapan teknologi pendidikan itu seharusnya berkembang.
1. Pendekatan isomorfis, yaitu menggabungkan berbagai kajian atau bidang keilmuan (psikologi, komunikasi, ekonomi, manajemen, rekayasa teknik, dan lain-lain) ke dalam suatu kebulatan tersendiri.
2. Pendekatan sistematik, yaitu dengan cara yang berurutan dan terarah dalam usaha memecahkan persoalan.
3. Pendekatan sinergistik, yaitu yang menjamin adanya nilai tambah dari keseluruhan kegiatan dibandingkan dengan bila kegiatan itu dijalankan sendiri-sendiri.
4. Sistemik, yaitu pengkajian secara menyeluruh atau komprehensif.
Inovatif, yaitu suatu ide, gagasan atau perubahan yang dianggap baru. Orisinil dan ada nilai tambah. Mengandung pembaharuan sehingga belajar dapat mengalami akselerasi & menyenangkan.
Setelah dua prasyarat falsafati telah dipenuhi oleh teknologi pendidikan, masih ada satu pertanyaan terakhir mengenai kegunaan dari pengetahuan yang telah diperoleh dan dihimpun tersebut. Inilah yang disebut sebagai landasan aksiologi. Adapun landasan aksiologi teknologi pendidikan adalah sebagai berikut :
1. Meningkatkan produktivitas pendidikan, dengan jalan :
2. Memperlaju penahapan belajar
3. Membantu guru untuk menggunakan waktunya dengan lebih baik.
4. Mengurangi beban guru dalam menyajikan informasi
5. Memberikan kemungkinan pendidikan yang sifatnya lebih individual, dengan jalan :
a. Mengurangi kontrol guru yang kaku dan tradisional
b. Memberikan kesempatan anak berkembang sesuai dengan kemampuannya
c. Memberikan dasar pembelajaran yang lebih ilmiah, dengan jalan :
6. Perencanaan program pembelajaran yang lebih sistematis
7. Pengembangan bahan pembelajaran yang dilandasi penelitian tentang perilaku
8. Lebih memantapkan pembelajaran, dengan jalan :
-Meningkatkan kapasitas manusia dengan berbagai media komunikasi
-Penyajian informasi dan data secara lebih konkrit
9. Memungkinkan belajar secara lebih akrab karena dapat :
-Mengurangi jurang pemisah antara pelajaran di dalam dan di luar sekolah
-Memberikan pengetahuan tangan pertama
10. Memungkinkan penyajian pendidikan lebih luas dan merata, terutama dengan jalan :
-Pemanfaatan bersama tenaga atau kejadian yang langka secara lebih luas
Penyajian informasi menembus batas geografi
Perkembangan yang sangat penting dari teknologi pendidikan tetapi sering kali diacuhkan ialah bahwa ia berusaha memecahkan masalah belajar pada manusia di mana saja, kapan saja, dengan cara apa saja, dan oleh siapa saja. Apa yang telah berlangsung selama ini, terutama di Indonesia, masih menitikberatkan pada pemecahan masalah dalam bidang persekolahan. Gambar berikut menunjukkan di mana bidang garapan teknologi pendidikan itu seharusnya berkembang.
PENERAPAN TEKNOLOGI PENDIDIKAN
Teknologi pendidikan merupakan suatu disiplin terapan, artinya ia berkembang karena adanya kebutuhan di lapangan, yaitu kebutuhan untuk belajar, belajar lebih efektif, lebih efisien, lebih banyak, lebih luas, lebih cepat, dan sebagainya. Beberapa bentuk penerapan teknologi pendidikan secara menyeluruh, yaitu meliputi semua komponen dan karena itu merupakan sistem dapat dicontohkan sebagai berikut :
1. Proyek percontohan sistem PAMONG (Pendidikan Anak Oleh Masyarakat, Orang tua, dan Guru) di Kabupaten Karanganyar, Surakarta pada tahun 1974, dan disebarkan di Kabupaten Malang dan Gianyar pada tahun 1978.
2. Permasyarakatan P4 melalui permainan yang diujicobakan di Kabupaten Batu, Malang.
3. Proyek Pendidikan Melalui Satelit di perguruan tinggi wilayah Indonesia bagian Timur (BKSPT INTIM).
4. Program pendidikan karakter melalui serial televisi ACI (Aku Cinta Indonesia).
5. Program KEJAR Paket A dan B.
6. Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM).
7. SLTP Terbuka.
8. Universitas Terbuka.
9. Sistem Belajar Jarak Jauh yang diselenggarakan oleh berbagai lembaga pendidikan dan pelatihan.
10. Jaringan sistem belajar jarak jauh yang berkedudukan di Pustekkom Diknas.
Selain yang telah disebutkan di atas, masih banyak bentuk penerapan lain. Berbagai kegiatan memang sudah terhenti karena berbagai alasan kebijakan maupun pendanaan.
Teknologi pendidikan merupakan suatu disiplin terapan, artinya ia berkembang karena adanya kebutuhan di lapangan, yaitu kebutuhan untuk belajar, belajar lebih efektif, lebih efisien, lebih banyak, lebih luas, lebih cepat, dan sebagainya. Beberapa bentuk penerapan teknologi pendidikan secara menyeluruh, yaitu meliputi semua komponen dan karena itu merupakan sistem dapat dicontohkan sebagai berikut :
1. Proyek percontohan sistem PAMONG (Pendidikan Anak Oleh Masyarakat, Orang tua, dan Guru) di Kabupaten Karanganyar, Surakarta pada tahun 1974, dan disebarkan di Kabupaten Malang dan Gianyar pada tahun 1978.
2. Permasyarakatan P4 melalui permainan yang diujicobakan di Kabupaten Batu, Malang.
3. Proyek Pendidikan Melalui Satelit di perguruan tinggi wilayah Indonesia bagian Timur (BKSPT INTIM).
4. Program pendidikan karakter melalui serial televisi ACI (Aku Cinta Indonesia).
5. Program KEJAR Paket A dan B.
6. Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM).
7. SLTP Terbuka.
8. Universitas Terbuka.
9. Sistem Belajar Jarak Jauh yang diselenggarakan oleh berbagai lembaga pendidikan dan pelatihan.
10. Jaringan sistem belajar jarak jauh yang berkedudukan di Pustekkom Diknas.
Selain yang telah disebutkan di atas, masih banyak bentuk penerapan lain. Berbagai kegiatan memang sudah terhenti karena berbagai alasan kebijakan maupun pendanaan.
Teknologi pendidikan
Teknologi
pendidikan adalah kajian
dan praktik untuk membantu proses belajar dan meningkatkan kinerja dengan
membuat, menggunakan, dan mengelola proses dan sumber teknologi yang memadai.[1] Istilah teknologi pendidikan sering
dihubungkan dengan teori belajar dan pembelajaran. Bila teori belajar dan pembelajaran
mencakup proses dan sistem dalam belajar dan pembelajaran, teknologi pendidikan
mencakup sistem lain yang digunakan dalam proses mengembangkan kemampuan
manusia.
- systematic way of designing,
implementing, and evaluating the total process of of learning and teaching
in terms of specific objectives, based on research in human learning and
communication and employing a combination of human and non human resources
to bring about more effective instruction (Commission on Instructional
Technology, 1970)
- educational technology is a field
involved in the facilitation of human learning through the systematic
identification, development, organization and utilization of full range of
learning resources and through the management of these process (AECT,
1972)
- instructional
technology is the research in and application of behavioral
science and learning theories and the use of a systems approach to
analyze, design, develop, implement, evaluate and manage the use of
technology to assist in the solving of learning or performance problems.
The term instructional technology is often used interchangeably with the
term educational technology, but instructional technology often has more
emphasis on the scientific and systems approach of instructional problem
solving while educational technology focuses more on the craft or art of
using technology to support learning
- a systematic way of designing,
implementing and evaluating the total process of learning and teaching in
terms of specific objectives, based on research in human learning and
communication and employing a combination of human and non-human resources
to bring about more effective instruction” (U.S. Commission on
Instructional Technology definition).
- Educational technology is the
study and ethical practice of facilitating learning and improving
performance by creating, using, and managing appropriate technological
processes and resources (AECT, 2004)
Berdasarkan definisi-definisi di atas menurut Ir. Lilik Gani HA, M.Sc.Ph.D [2] dapat disimpulkan bahwa:
- Teknologi pendidikan/teknologi
pembelajaran adalah suatu disiplin/bidang (field of study)
- Tujuan utama teknologi
pembelajaran adalah (1) untuk memecahkan masalah belajar atau
memfasilitasi pembelajaran; dan (2) untuk meningkatkan kinerja
- Teknologi pendidikan/pembelajaran
menggunakan pendekatan system (pendekatan yang holistic/komprehensif,
bukan pendekatan yang bersifat parsial).
- Kawasan teknologi pendidikan dapat
meliputi kegiatan analisis, desain, pengembangan, pemanfaatan,pengelolaan,
implementasi dan evaluasi baik proses-proses maupun sumber-sumber belajar.
- Yang dimaksud dengan teknologi
dalam teknologi pendidikan adalah teknologi dalam arti luas, bukan hanya
teknologi fisik (hardtech), tapi juga teknologi lunak (softtech)
- TP adalah proses kompleks yang
terintegrasi meliputi orang, prosedur, gagasan, sarana dan organisasi
untuk menganalisis masalah dan merancang, melaksanakan, menilai dan
mengelola pemecahan masalah dalam segala aspek belajar manusia
Referensi
1.
^ Richey, R.C. (2008). Reflections on
the 2008 AECT Definitions of the Field. TechTrends. 52 24-25
2.
^ Lilik Gani, Peran Teknologi Pendidikan
dalam Meningkatkan Akses, Mutu dan Relevansi Pendidikan di Indonesia. Bandung.
Disampaikan pada Seminar Nasional dan Kolokium Teknologi Pendidikan di Bandung
(04-05 Desember 2008)